Beranda | Artikel
Hukum Asuransi Jiwa dan Barang
Selasa, 13 Desember 2022

SOAL: Bagaimana hukumnya asuransi jiwa dan barang-barang pribadi?

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-’Utsaimin رحمه الله menjawab:

Hukum asuransi jiwa tidak boleh. Sebab, orang yang mengasuransikan jiwanya, saat maut datang, ia tidak bisa mengalihkannya kepada perusahaan asuransi. Ini merupakan wujud kesalahan, kebodohan dan kekeliruan berpikir. Juga mengandung ketergantungan kepada pihak perusahaan asuransi, tidak kepada Allah سبحانه وتعالى . Dengan asuransinya, ia mempunyai keyakinan untuk bergantung diri. Jika iameninggal, maka pihak asuransi akan menanggung kebutuhan pangan dan biaya hidup bagi keluarganya. (Demikian) ini merupakan bentuk ketergantungan kepada selain Allah سبحانه وتعالى .

Perkara ini, pada dasarnya berasal dari praktek perjudian (al-maisir). Bahkan sebenarnya, asuransi itu merupakan perjudian. Allah lmenyatukan al-maisir dengan syirik, dan mengundi nasib dengan anak panah dan minuman keras.

Dalam pengelolaan asuransi, jika seorang nasabah membayar premi, bisa jadi ia melakukannya dalam jangka waktu tahunan, sehingga ia menjadi pihak yang merugi. Bila meninggal setelah tidak berapa lama membayar, maka pihak perusahaan asuransi yang merugi (karena membayar klaim nasabah). Dan setiap akad perjanjian yang berputar antara untung dan rugi, merupakan praktek perjudian.

Majmu Durûs Fatâwa al-Haramil-Makki, dikutip dari Fatâwa Ulâma al Baladil Harâm, Penyusun: Dr. Khâlid bin ‘Abdir-Rahmân al-Juraisi, Cetakan I, Tahun 1420 H – 1999 M, hlm. 660, 192.

Majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/fatawa/hukum-asuransi-jiwa-dan-barang/